Kamis, 06 Juli 2017

Pelayanan Administrasi Rumah Sakit

A.  Pengertian Administrasi Rumah Sakit
Secara etimologis, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Dahlan, dkk., 1995:646) menyatakan pelayanan ialah ”usaha melayani kebutuhan orang lain”. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki.
Administrasi secara sempit didefinisikan sebagai penyusunan dan pencatatan data dan informasi secara sistematis baik internal maupun eksternal dengan maksud menyediakan keterangan serta memudahkan untuk memperoleh kembali baik sebagian maupun menyeluruh. Pengertian administrasi secara sempit ini lebih dikenal dengan istilah Tata Usaha.
Rumah sakit itu adalah sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah organisasi. Untuk mengatur sebuah rumah sakit dengan baik maka seseorang harus mendefinisikan dengan tepat, mengetahui fungsi dan tujuan, mengetahui ruang lingkup serta administrasi yang dijalankan dan hambatan yang dilalui sebuah rumah sakit. (Tjandra, 2004)
Administrasi rumah sakit adalah suatu proses kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan , pengkoordinasian dan penilaian terhadap sumber , tatacara, dan kesanggupan yang tersedia untuk memenuhituntutan terhadap kesehatan, perawatan serta lingkungan yang sehat dengan jalan menyediakan dan menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan yang ditujukan kepada perseorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat (Azrul, 2010). 
Salah satu instansi yang memasarkan jasa kepada konsumen adalah instansi pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan menimbulkan persaingan antar penyedia pelayanan kesehatan termasuk diantaranya adalah rumah sakit. Dengan adanya persaingan antar rumah sakit yang semakin tinggi disertai dengan banyaknya pembangunan rumah sakit baru maka rumah sakit perlu terus mengembangkan diri dengan menyelenggarakan pelayanan yang bermutu dan memberi kepuasan terhadap konsumen. Salah satunya adalah pelayanan administrasi.

B. Prosedur Pelayanan Administrasi RS
Ada kebijakan dan prosedur tertulis untuk membina dan meningkatkan kemampuan RS termasuk melindungi dan memenuhi kebutuhan pasien dengan cara :
1. Menyediakan peraturan tentang upaya rujukan
2. Membuat peraturan tentang hubungan kerjasama RS dengan Fakultas Kedokteran
3. Menetapkan komite dengan tugas dan kewajibannya, menyelenggarakan rapat agar pegawai aktif dalam kegiatan RS, menunjuk komite pelaksana dengan SK untuk kelangsungan pengawasan, dan mencatat kegiatan komite sebagai dokumen
4. Menunjuk staf medis dan pekerjaan kliniknya dengan menetapkan prosedur penunjukan dan SK kewajiban rinci dokter, didahului permohonan dan melakukan komunikasi untuk kelancaran tugas dokter
5. Pimpinan bertangung jawab mengelola keuangan secara efisien, membuat ketentuan tertulis tentang prosedur akuntansi, audit keuangan, pengendalian logistik, mengambil langkah agar audit berjalan baik dan menyempurnakan sistem
6. Membuat sistem yang mengatur identifikasi pasien, dapat membedakan pasien yang sama namanya, dapat membedakan tempat tidur, rekam medis dan barang pasien serta ada peraturan untuk mencegah kesalahan tindakan
7. Dalam masalah etika, ada mekanisme penyelesaian masalah etika
8. Pasien anak-anak terpenuhi kebutuhan emosinya, terlindung dari pandangan atau suara menakutkan, ruangan diawasi setiap saat, staf berhubungan dengan akrab, ada kebijakan tertulis tentang anestesi dan pembedahan
9. Kebijakan isolasi dan pengasingan adalah untuk kenyamanan pasien, sesuai pertimbangan medis, diputuskan oleh dokter, sesuai dengan peraturan dan dicatat dalam rekam medis.
10. Pasien dapat memperoleh pelayanan kerohanian oleh petugas yang ditunjuk RS sesuai agamanya, khususnya pasien stadium terminal.




C. Fungsi Administrasi Kesehatan
Fungsi administrasi ada banyak pembagiannya, tetapi dimakalah ini yang diambil adalah pendapat Azrul Azwar dalam bukunya “Pengantar Ilmu Administrasi Kesehatan”. Dia mengatakan bahwa fungsi administrasi dibedakan atas 4 macam, yakni :
1.    Perencanaan termasuk perencanaan pembiayaan.
2.     Pengorganisasian, yang di dalamnya termasuk penyusunan staff.
3.    Pelaksanaan, yang di dalamnya termasuk pengerahan dan pengkoordinasian.
4.     Penilaian, yakni dalam rangka melihat apakah rencana yang telah disusun dapatdicapai atau tidak.
Dalam pencapaian tujuan tersebut, administrasi kesehatan melibatkan banyak pihak, diantaranya pemerintah, asuransi, apotik, dan rumah sakit. Namun dalam administrasi kesehatan ini tidak hanya pelayanan pengobatan tetapi juga bersifat preventif (pencegahan). Proses administrasi kesehatan di rumah sakit biasanya mencakup hal-hal berikut :
1.    Keuangan rumah sakit, baik dari pasien maupun buat kepentingan rumah sakit.
2.    Kepegawaian.
3.    Penerimaan pasien.
4.    Fasilitas kesehatan buat pasien.
5.    Administrasi umum, seperti ketatausahaan dan pengarsipan.
D.  Unsur Administrasi Rumah Sakit
Dari pengertian mengenai administrasi rumah sakit setidaknya ada lima unsur dalam penentuan berhasil tidaknya suatu pelaksanaan administrasi (Azrul, 2010):
1.    Masukan (input)
Yang dimaksudkan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan administrasi. Masukan atau perangkat banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang terpenting (Azrul, 2010):
a.       Komisi pendidikan administrasi kesehatan amerika serikat membagi atas 3 macam, yaitu sumber, tata cara dan kesanggupan.
b.      Koontz dan Donnels, membedakan masukan atas empat jenis yaitu manusia (man), modal (capital), manajerial dan teknologi.
2.    Proses
Dalam proses administrasi ini adalah mengenai langkah-langkah untuk  mencapai tujuan yang yang diharapkan (Azrul, 2010).
3.    Keluaran
Yang dimaksud dengan keluaran (output) adalah hasil dari pekerjaan administrasi. Dan keluaran yang dimaksud mengenai pelayanan kesehatan baik pelayanan kedokteran dan pelayanan kesehatan masyarakat (Azrul, 2010).
4.    Sasaran
Sasaran atau target dimaksudkan kepada siapa keluaran yang dihasilkan atau ditujukan. Pada administrasi rumah sakit sasaran yang dimaksudkan adalah perseorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung (Azrul, 2010).
5.    Dampak
Mengenai akibat yang ditimbulkan luaran, untuk dampak yang diharapkan adalah meningkatnya derajat kesehatan . peningkatan derajat kesehatan bisa dicapai apabila antara kebutuhan dan tuntutan bisa dipenuhi dengan baik (Azrul, 2010).
E.  Manfaat Administrasi Rumah Sakit
Secara umum manfaat yang diberikan ada tiga macam yaitu (Azrul, 2010):
1.    Dapat mengelola sumber, tata cara dan kesanggupan dalam menjalankan administrasi di dalam Rumah Sakit secara efektif dan efisien dan dapat dikelola dengan sebaik-baiknya.
2.    Dapat memenuhi kebutuahn dan tuntutan pengguna layanan kesehatan baik perseorangan, keluarga, kelompok dand masyarakat secara tepat dan sesuai kebutuhan, untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan diperlukan keterampilan untuk memenuhi hal tersebut. 
3.    Dapat menyediakan dan terselenggaranya upaya pelayanan kesehatan sebaik- baiknya demi peningkatan dearajat kesehatan masyarakat
 
Referensi :
Kepmenkes RI Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
Keputusan Menteri Kesehatan No.66/ Menkes / II / 1987/ Pengertian Pelaynan Rawat Jalan
Kepmenkes RI Nomor 145/Menkes/SK/IX/2007 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Gawat Darurat dan Bencana
 

Rabu, 14 Juni 2017

Pelayanan Farmasi

A. Pengertian Pelayanan Farmasi
Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tangggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2004). Pelayanan kefarmasian merupakan proses kolaboratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, serta pemulihan kesehatan, pada manusia dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Evaluasi adalah proses penilaian kinerja pelayanan farmasi di rumah sakit yang meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM), pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan kefarmasian kepada pasien/pelayanan farmasi klinik.
Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar pelayanan profesi yang ditetapkan serta sesuai dengan kode etik profesi farmasi.
Obat yang menurut undang-undang yang berlaku, dikelompokkan ke dalam obat keras, obat keras tertentu dan obat narkotika harus diserahkan kepada pasien oleh Apoteker. Pengelolaan perbekalan farmasi adalah suatu proses yang merupakan siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan
Pengendalian mutu adalah suatu mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil sehingga terbentuk proses peningkatan mutu pelayanan farmasi yang berkesinambungan
Perbekalan farmasi adalah sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, yang terdiri dari sediaan farmasi, alat kesehatan, gas medik, reagen dan bahan kimia, radiologi, dan nutrisi Perlengkapan farmasi rumah sakit adalah semua peralatan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di farmasi rumah sakit
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker, untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang terdiri dari sediaan farmasi, alat kesehatan, gas medik, reagen bahan kimia, radiologi, dan nutrisi
B. Tujuan Pelayanan Farmasi
Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk :
1) Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian;
2) Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan; dan
3) Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.
C. Tugas Pokok dan Fungsi Pelayanan Farmasi
Tugas Pokok
1) Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
2) Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi
3) Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
4) Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi
5) Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
6) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
7) Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
8) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit
Fungsi
1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit
2. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan pasien/keluarga
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga
g. Melakukan pencampuran obat suntik
h. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral
i. Melakukan penanganan obat kanker
j. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah
k. Melakukan pencatatan setiap kegiatan
l. Melaporkan setiap kegiatan
D. Standar Pelayanan Farmasi
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek telah mensyaratkan apotek harus memiliki : ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien (termasuk penempatan brosur/materi informasi), ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien, keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien, dan ruang racikan.
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar:
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai; dan
2. Pelayanan farmasi klinik.
E. Indikator Pelayanan Farmasi
Untuk memudahkan penilaian kinerja rumah sakit, diperlukan adanya parameter/indikator/standar yang dapat digunakan sebagai pembanding. Sebagai contoh, tujuan khusus pemeriksaan kinerja bidang penunjang pelayanan medis adalah menilai apakah bidang penunjang pelayanan medis mampu memenuhi kebutuhan harian obat-obatan yang diperlukan oleh bidang pelayanan medis (penilaian efektivitas), untuk tujuan itu indikator pelayanan farmasi dapat dilihat dari jumlah resep yang dilayani dibandingkan dengan jumlah pasien (rawat jalan, rawat inap, dan rawat darurat).
Indikator-indikator lainnya untuk penilaian kinerja pelayanan farmasi dalam ruang lingkup efektivitas pelayanan resep antara lain adalah :
1. Angka Penyerahan Obat Jadi Lebih Dari 15 Menit,
2. Angka Penyerahan Obat Racikan Lebih Dari 30 Menit, dan
3. Angka Kesalahan Penyerahan Obat kurang dari 3 %
F. Prosedur Pelayanan Farmasi
1. Bagi Pasien Rawat Inap
§ Petugas depo farmasi menerima resep dan CPO dari ruang perawatan
§ Petugas depo farmasi melakukan telaah resep pada tahap awal
§ Petugas Farmasi menyiapkan obat dan alat kesehatan habis pakai,dengan ketentuan untuk obat oral disipkan untuk pemakaian 3 hari, untuk cairan infus, obat injeksi dan alkes disiapkan untuk pemakaian 1 hari
§ Petugas depo farmasi melayani resep jaminan (BPJS) berpedoman pada Formularium Nasional, Formularium Rumah sakit.
§ Petugas depo farmasi melakukan konfirmasi ke dokter jika penulisan resep tidak jelas, dan jenis obat dan alkes yang diresepkan tidak tersedia
§ Petugas depo farmasi mengantar obat dan alat medis habis pakai mengantar ke ruang perawatan,sebelum obat dan alat medis habis pakai diserahkan petugas depo farmasi melakukan telaah resep tahap akhir dan memeriksa kesesuai jumlah perbekalan farmasi yang akan diserahkan bersama CPO ke Perawat, kemudian perawat paraf pada kolom penerima resep
§ Petugas depo farmasi menyimpan obat dan alat medis habis pakai pasien pada container penyimpanan bahan farmasi pasien.
§ Petugas Farmasi membawa kembali resep dan diserahkan pada operator pengimputan resep
§ Petugas Farmasi menarik obat dan alat medis habis pakai dari ruang perawatan jika atas instruksi dokter obat dan alat kesehatan tersebut dihentikan penggunaannya.
§ Petugas farmasi memberi catatan retur pada CPO untuk obat yang ditarik dari ruang perawatan. Selanjutnya dientry pada computer.
2. Bagi Pasien Rawat Jalan
§ Resep datang dari counter rawat jalan.
§ Sebelum menyiapkan resep, asisten apoteker wajib memeriksa kelengkapan resep sebagai berikut:
o Tanggal penulisan resep
o Nama dokter
o Surat izin dokter
o Nama obat, jenis obat (tablet, kapsul, sirup, atau injeksi) dan jumlah obat.
o Cara pembuatan (obat diracik atau tidak)
o Signa (aturan pakai)
o Nama pasien
o Umur pasien
o Alamat pasien
§ Selesai memeriksa resep, petugas farmasi yang menerima resep member stempel HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan) pada resep, menulis nama dan membubuhi paraf pada kolom H.
§ Jika ada obat racikan, dihitung sesuai dengan dosis. Selesai meracik obat, petugas yang meracik menulis nama dan membubuhi paraf di kolom T.
§ Obat disiapkan sesuai dengan resep.
§ Obat diberi etiket sesuai dengan resep dokter. Petugas yang memberi etiket pada obat menulis nama dan membubuhi paraf pada kolom K.
§ Sebelum obat diserahkan, petugas yang menyerahkan obat meneliti kembali obat yang telah disiapkan sesuai dengan resep serta dikonfirmasi ulang data pasien tersebut, seperti:
o No. DO bill
o Nama pasien
o Alamat
o Jaminan umum atau perusahaa
§ Obat diserahkan dan menjelaskan kepada penerima obat mengenai:
o Aturan pakai
o Cara pakai
o Cara penyimpanan obat
§ Meminta nomor telepon pasien untuk dokumentasi farmasi.
§ Petugas yang menyerahkan obat menuliskan nama dan membubuhi paraf di kolom P.

Minggu, 28 Mei 2017

Rekam Medis dan Informed Consent

REKAM MEDIS
1. Pengertian Rekam Medis
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan, yang diperbaharui dengan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang Rekam Medis menyatakan rekam Medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah maupun swasta.
Kedua pengertian rekam medis diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes hanya menekankan pada sarana pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran tidak. Ini menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas, berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan.
Sedangkan menurut Huffman EK, 1992 rekam medis adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa, bilamana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat informasi yang cukup untuk menemukenali (mengidentifikasi) pasien, membenarkan diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.
2. Tujuan Rekam Medis
Tujuan rekam Medis berdasarkan Hatta (1985) terdiri dari beberapa aspek diantaranya aspek administrasi, legal, finansial, riset, edukasi dan dokumentasi, yang dijelaskan sebagai berikut:
  1. Aspek administrasi. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena isinya meyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenag medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
  2. Aspek Medis. Suatu berkas rekam Medis mempunyai nilai Medis, karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan /perawatan yang harus diberikan seorang pasien.
  3. Aspek Hukum. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan bukti untuk menegakkan keadilan.
  4. Aspek keuangan. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang karena isinya menyangkut data dan informasi yang dapat digunakan dalam menghitung biaya pengobatan/tindakan dan perawatan.
  5. Aspek penelitian. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
  6. Aspek pendidikan. Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan/ kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran di bidang profesi kesehatan.
  7. Aspek dokumentasi. Suatu berkas reka medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan sarana pelayanan kesehatan.
3. Fungsi Rekam Medis
Fungsi rekam medis dijelaskan berdasarkan tujuan rekam Medis di atas, yang dijelaskan sebagai berikut, yaitu sebagai:
  1. Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien;
  2. Bahan pembuktian dalam perkara humum;
  3. Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan;
  4. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan; dan
  5. Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Karena fungi rekam Medis inilah, maka di negara-negara besar atau di negara-negara maju telah ditentukan satu standar baku pembuatan reka m medis yang mencerminkan kualitas/mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan pada pengguna pelayanan kesehatan.
4. Manfaat Rekam Medis
Manfaat rekam medis berdasarkan Permenkes Nomor 269/MenKes/Per/III/2008, tentang Rekam Medis adalah sebagai berikut:
  1. Pengobatan. Rekam medis bermanfaat sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan dan tindakan medis yang harus diberikan kepada pasien
  2. Peningkatan Kualitas Pelayanan. Membuat Rekam Medis bagi penyelenggaraan praktik kedokteran dengan jelas dan lengkap akan meningkatkan kualitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
  3. Pendidikan dan Penelitian. Rekam medis yang merupakan informasi perkembangan kronologis penyakit, pelayanan medis, pengobatan dan tindakan medis, bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
  4. Pembiayaan Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan kepada pasien
  5. Statistik Kesehatan Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan, khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada penyakit- penyakit tertentu
  6. Pembuktian Masalah Hukum, Disiplin dan Etik Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.
      
    5. Kelengkapan Rekam Medis Rumah Sakit
    Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat jalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai berikut:
    1.      Pasien Rawat Jalan
    Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain:
    a)      Identitas Pasien
    b)      Tanggal dan waktu.
    c)      Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).
    d)      Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis.
    e)      Diagnosis
    f)       Rencana penatalaksanaan
    g)      Pengobatan dan atau tindakan
    h)      Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
    i)        Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik dan
    j)        Persetujuan tindakan bila perlu.

    2.      Pasien Rawat Inap
    Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain:
    a)      Identitas Pasien
    b)      Tanggal dan waktu.
    c)      Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
    d)      Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
    e)      Diagnosis
    f)       Rencana penatalaksanaan
    g)      Pengobatan dan atau tindakan
    h)      Persetujuan tindakan bila perlu
    i)        Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan
    j)        Ringkasan pulang (discharge summary)
    k)      Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan ksehatan.
    l)        Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
    m)    Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik
    3.      Ruang Gawat Darurat
    Data pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya antara lain:
    a)      Identitas Pasien
    b)      Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
    c)      Identitas pengantar pasien
    d)      Tanggal dan waktu.
    e)      Hasil Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
    f)       Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
    g)      Diagnosis
    h)      Pengobatan dan/atau tindakan
    i)        Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut.
    j)        Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan.
    k)      Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain dan
    l)        Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.

    4.      Contoh Data-data Identitas Pasien antara lain:
    a)      Nama :
    b)      Jenis Kelamin :
    c)      Tempat Tanggal lahir :
    d)      Umur :
    e)      Alamat :
    f)       Pekerjaan :
    g)      Pendidikan :
    h)      Golongan Darah :
    i)        Status pernikahan :
    j)        Nama orang tua :
    k)      Pekerjaan Orang tua :
    l)        Nama suami/istri :

    INFORMED CONSENT
    Informed Consent  adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan dari persetujuan tindakan medik. Informed Consentterdiri dari dua kata yaitu Informed dan. Informed diartikan telah di beritahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan danConsent yang berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas dariinformed Consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat sesuatu setelah mendapatkan penjelasan atau informasi.
    Pengertian Informed Consent oleh Komalawati ( 1989 :86) disebutkan sebagai berikut :“Yang dimaksud dengan informed Consent adalah suatu kesepakatan/    persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukanuntuk menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.”

    1. Fungsi Informed Consent
    Dilihat dari fungsinya, informed consent memiliki fungsi ganda, yaitu fungsi bagi pasien dan fungsi bagi dokter. Dari sisi pasien, informed consent berfungsi untuk :
    1.      Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan secara bebas pilihannya berdasarkan pemahaman yang memadai
    2.      Proteksi dari pasien dan subyek
    3.      Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan
    4.      Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi diri sendiri (self-Secrunity)
    5.      Promosi dari keputusan-keputusan yang rasional
    6.      Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan penyelidikan biomedik). Guwandi (I), 208 Tanya Jawab Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent). (Jakarta : FKUI, 1994), hal.2
    “Sedangkan   bagi   pihak   dokter,   informed   consent   berfungsi    untuk membatasi   otoritas   dokter   terhadap   pasiennya.”Ibid , hal 3.
    Sehingga   dokter   dalam melakukan tindakan medis lebih berhati-hati, dengan kata lain mengadakan tindakan medis atas persetujuan dari pasien.
    “Adapun tujuan dari Informed consent menurut jenis tindakan dibagi atas tiga yaitu bertujuan untuk penelitian, mencari diagnosis dan untuk terapi.” Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, (Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, 2001), hal.45

    2. Petugas Pemberi Informasi kepada Pasien
    Menurut  PERMENKES NO. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran,  sebelum dilakukan suatu tindakan kedokteran, dokter wajib memberikan informasi langsung  kepada pasien/keluarga terdekatnya baik diminta maupun tidak diminta.
    Dilihat dari isi Permenkes tersebut, harus difahami sungguh-sungguh, bahwa :
    1.      Tanggung jawab memberikan informasi sebenarnya berada pada dokter yang akan melakukan tindakan medis, karena hanya dia sendiri yang tahu persis tentang masalah kesehatan pasien, hal-hal yang berkaitan dengan tindakan medis tersebut, dan tahu jawabannya apabila pasien bertanya.
    2.      Tanggung jawab tersebut memang dapat didelegasikan kepada dokter lain, perawat, atau bidan, hanya saja apabila terjadi kesalahan dalam memberikan informasi oleh yang diberi delegasi, maka tanggung jawabnya tetap pada dokter yang memberikan delegasi.

    Oleh karena itu, hendaknya para dokter hanya mendelegasikan jika sangat terpaksa. Dan itupun hanya kepada tenaga kesehatan yang tahu betul tentang problem kesehatan pasien, sehingga dapat memberikan jawaban yang tepat apabila ada pertanyaan dari pasien.
    Dibeberapa negara maju, tanggungjawab memberikan informasi ini merupakan tanggung jawab yang tidak boleh didelegasikan. (non-delegable-duty)

    3. Pasien yang berhak dan tidak berhak mendapat informasi
    Tidak semua pasien boleh memberikan pernyataan, baik setuju maupun tidak setuju. Syarat seorang pasien yang boleh memberikan pernyatan, yaitu :
    1.      Pasien tersebut sudah dewasa.
    Masih terdapat perbedaan pendapat pakar tentang batas usia dewasa, namun secara umum bisa digunakan batas 21 tahun. Pasien yang masih dibawah batas umur ini tapi sudah menikah termasuk kriteria pasien sudah dewasa.
    2.      Pasien dalam keadaan sadar
    Hal ini mengandung pengertian bahwa pasien tidak sedang pingsan, koma, atau terganggu kesadarannya karena pengaruh obat, tekanan kejiwaan, atau hal lain. Berarti, pasien harus bisa diajak berkomunikasi secara wajar dan lancar.
    3.      Pasien dalam keadaan sehat akal.
    Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan memberikan pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medis adalah pasien itu sendiri, apabila dia memenuhi 3 kriteria diatas, bukan orang tuanya, anaknya, suami/istrinya, atau orang lainnya. Namun apabila pasien tersebut tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia tidak berhak untuk menentukan dan menyatakan persetujuannya terhadap rencana tindakan medis yang akan dilakukan kepada dirinya. Dalam hal seperti ini, maka hak pasien akan diwakili oleh wali keluarga atau wali hukumnya. Misalnya pasien masih anak-anak, maka yang berhak memberikan persetujuan adalah orang tuanya, atau paman/bibinya, atau urutan wali lainnya yang sah. Bila pasien sudah menikah, tapi dalam keadaan tidak sadar atau kehilangan akal sehat, maka suami/istrinya merupakan yang paling berhak untuk menyatakan persetujuan bila memang dia setuju.
    4.      Hak suami/istri pasien 
    Untuk beberapa jenis tindakan medis yang berkaitan dengan kehidupan berpasangan sebagai suami-istri, maka pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medisnya harus melibatkan persetujuan suami/istri pasien tersebut apabila suami/istrinya ada atau bisa dihubungi untuk keperluan ini. Dalam hal ini, tentu saja suami/istrinya tersebut harus juga memenuhi kriteria “dalam keadaan sadar dan sehat akal”.
    Beberapa jenis tindakan medis tersebut misalnya tindakan terhadap organ reproduksi, KB, dan tindakan medis yang bisa berpengaruh terhadap kemampuan seksual atau reproduksi dari pasien tersebut.
    5.      Dalam keadaan gawat darurat 
    Proses pemberian informasi dan permintaan persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini, dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan / prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi.
    Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.

    Hak untuk memberikan informed consent adalah sebagai berikut :
    1.      Untuk pasien dewasa dan sehat akal adalah pasien yang bersangkutan.
    2.      Untuk pasien anak-anak adalah keluarga terdekat atau walinya
    3.      Untuk pasien tidak sehat akal (walau ia sudah dewasa) adalah keluarga atau wali, atau kuratornya.
    4.      Untuk pasien yang sudah menikah adalah pasien yang bersangkutan, kecuali untuk tindakan medis tertentu harus disertai persetujuan pasangannya, yaitu untuk tindakan yang mempunyai pengaruh bukan saja terhadap pasien, namun juga terhadap pasangannya sebagai satu kesatuan yang utuh, dan akibatnyairreversible, Sebagai contoh adalah operasi tubectomi atauvasectomi, dalam hal operasi tersebut, maka bukan saja si istri atau si suami saja yang tidak akan mempunyai keturunan, tetapi adalah keduanya sebagai suatu pasangan. Pengecualian ini tidak berlaku untuk tindakan yang sifatnya terapetik karena penyakit pasien. Sebagai contoh adalah operasi mengangkat rahim karena kanker rahim, maka pasien tidak perlu minta persetujuan suaminya untuk memberikan informed consent.

    4. Informasi yang wajib disampaikan kepada pasien
    Materi/isi informasi yang harus disampaikan :
    1.      Diagnosis dan tata cara tindakan medis/kedokteran tersebut
    2.      Tujuan tindakan medis/kedokteran yang akan dilakukan
    3.      Alternatif tindakan lain, dan risikonya
    4.      Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
    5.      Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan
    6.      Perkiraan biaya

    5. Kelengkapan Informed Consent
    a)      Nama penanggung jawab
    b)      Usia penanggung jawab
    c)      Alamat penanggung jawab
    d)      Nama pasien
    e)      Usia pasien
    f)       Alamat pasien
    g)      Isi tindakan medis
    h)      Isi persetujuan/ penolakan
    i)        Tempat,  tanggal dan jam dibuat pernyataan
    j)        Tanda tangan dokter dan pembuat pernyataan



    6. Bentuk Informed Consent
    Ada dua bentuk Informed consent yaitu:
    a)      Dengan pernyataan (expression), dapat secara lisan (oral) dan secara tertulis (written); dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasa atau normal dan dalam keadaan gawat darurat.
    b)      Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Sebaiknya pasien diberikan pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan. Misalnya, pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau pemeriksaan dalam vagina, dan lain-lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Di sini belum diperlukan pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan secara lisan saja. Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko tinggi seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasif, harus dilakukan secara tertulis.
    c)      Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap pasien pada waktu dokter melakukan tindakan, misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan sebagainya. Implied consent berlaku pada tindakan yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Pendapat Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent dari pasien dapat dilakukan dengan cara antara lain:
    ·         dengan bahasa yang sempurna dan tertulis;
    ·         dengan bahasa sempurna secara lisan;
    ·         dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan
    ·         dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan
    ·         dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak lawan.    
    7. Syarat sahnya Informed Consent dan Pembatalan
    Syarat sahnya informed consent :
    ·         Voluntary ( suka rela, tanpa unsur paksaan)
    ·         Unequivocal ( dengan jelas dan tegas)
    ·         Conscious ( dengan kesadaran )
    ·         Naturally ( sesuai kewajaran )
    ·         Voluntary maknanya bahwa pernyataan tersebut harus bebas dari tiga F, yaitu  force (paksaan), fear ( rasa takut) dan fraud ( diperdaya). Sedangkan Naturally maknanya sesuai kewajaran disrtai iktikad baik, serta isinya tidak mengenai hal-hal tang dilarang oleh hukum. Oleh sebab itu tidak dibenarkan adanya kalimat yang menyatakan bahwa ....”pasien tidak berhak menuntut atau menggugat jika terjadi sesuatu yang merugikannya”.
    Pembatalan informed consent :
    ·         Informed consent dapat dibatalkan :
    ·         Oleh pasien sendiri sepanjang tindakan medis tersebut belum dilakukan, atau secara medis tidak mungkin lagi untuk dibatalkan.
    ·         Dalam hal informed consent diberikan oleh wali atau keluarga terdekatnya, maka sepatutnya pembatalan tersebut adalah oleh anggota keluarga yang bersangkutan, atau oleh anggota keluarga lainnya yang mempunyai kedudukan hukum lebih berhak untuk bertindak sebagai wali.
    ·         Dalam hukum perdata, suami atau isteri dari pasien lebih berhak dari pada anak atau orang tuanya.

    Daftar Pustaka
    1.      Manual rekam medis/ penyusun, Sjamsuhidajat ...(et al.). ; penyunting Abidinsyah Siregar, Dad Murniah. –- Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia, 2006.
    2.      Gondodiputro , Sharon. 2007. Rekam Medis Dan sistem informasi kesehatan. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. 
    3.      Guwandi J,( 1996). Dokter, Pasien, dan Hukum, 1akarta : Balai Penerbit FKUI.
    4.      Hanafiah J; Amir A, ( 2007 ). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
    5.      Helm A, ( 2003 ). Malpraktik Keperawatan, Menghindari masalah hukum, jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
    6.      Sofwan Dahlan ( 2000). Hukum Kesehatan, Rambu-rambu bagi profesi dokter, Semarang : Badan Penerbit Universits Diponegoro.